Permen PANRB Nomor 27 Tahun 2013 Perlu Revisi?

Leave a Comment

Telaah Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya

Oleh: Firman Fuadi, S Hut | Penyuluh Kehutanan Muda

dinas-lingkungan-hidup-kehutanan-prov-jateng

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan adalah suatu jabatan tertentu yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Penyuluh Kehutanan dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.

PermenPANRB tersebut dijabarkan kembali dengan Peraturan Bersama Menhut RI dan Kepala BKN Nomor PB.1/Menhut-IX/2014 Nomor 05 Tahun 2014 tentang Ketentuan Pelaksanaan (Juklak) Permen PANRB RI No 27 Tahun 2013. Pada bulan Juli 2015 terbit Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: P.36/Menlhk-Setjen/2015 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya sebagai turunan Juklak Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya.

Namun dalam pelaksanaannya, terlihat cukup banyak celah & kekurangannya. Oleh karena itu, penulis melakukan telaah pada PermenPANRB No 27 Tahun 2013 sebagai saran & pertimbangan kepada para pemangku keputusan untuk mengkaji ulang peraturan tersebut. Telaah disajikan pada matriks di bawah ini:

NO
PASAL DAN AYAT
KAJIAN
1.
Pasal 7
Ayat (1) Unsur Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan yang dapat dinilai angka kreditnya, terdiri atas:
a. unsur utama; dan
b. unsur penunjang.
Ayat (2) Unsur Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas sub unsur:
a. Pendidikan;
b. Tugas pokok Penyuluh Kehutanan; dan
c. Pengembangan profesi.
Bahwa prosentase jumlah angka kredit kumulatif minimal telah diatur pada Pasal 12 ayat 2 yaitu yang dimaksud paling kurang 80% unsur utama dan paling banyak 20% unsur penunjang. Namun prosentase jumlah komulatif antara pendidikan, tugas pokok PK dan pengembangan profesi belum diatur. Hal ini akan menyulitkan PK dalam menentukan berapa kali harus mengikuti Diklat dan pengembangan profesi seperti penulisan ilmiah, penulisan juknis, dan saduran/terjemahan.

Maka dari itu prosentase pada unsur utama antara jumlah komulatif pendidikan, tugas pokok PK dan pengembangan profesi seharusnya diatur, sehingga PK dalam melaksanakannya dapat proposional antara ketiga sub unsur tersebut.
2.
Pasal 7
Ayat (4) Sub Unsur Tugas pokok Penyuluh Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. Persiapan penyuluhan kehutanan, meliputi:
1) Penyusunan Programa penyuluhan kehutanan;
2) Penyusunan Rencana Kerja Tahunan perorangan/individu;dan
3) Penyusunan kebutuhan materi/metode/ informasi penyuluhan kehutanan.

Bahwa persiapan penyuluhan bagi Penyuluh Kehutanan (PK) merupakan bagian tugas pokok PK dan sebagai unsur utama jabatan PK seperti bunyi Pasal 4 yang kemudian terinci dalam pasal 7 ayat 4. Dalam pelaksanaannya di lapangan penyusunan persiapan PK melalui tahapan:
a.       menyusun unsur identifikasi data potensi wilayah,
b.      mengumpulkan data potensi wilayah,
c.       mengolah data potensi wilayah, dan menganalisis data potensi wilayah
d.      menyusun programa penyuluhan
e.       menyusun rencana kerja tahunan
Namun tahapan ini tidak berkesinambungan dalam lingkup wilayah kerja seorang PK. Pada wilayah kerja seorang PK yang umumnya meliputi satu atau dua-tiga kecamatan. Beberapa PK wilayah kerjanya meliputi satu kabupaten bagi PK yang berada di KJF Kabupaten, sedangkan yang berada di KJF Propinsi wilayah kerjanya meliputi satu propinsi atau gabungan beberapa kabupaten.

Bilamana merujuk pada rincian kegiatan dan unsur yang dinilai dalam Pasal 8 atau juga tercantum dalam Lampiran I dalam Permen PAN RB ini, akan menyulitkan PK dalam melaksanakan tahapan tersebut. Hal ini karena tahapan persiapan penyuluhan tersebut tidak dalam wilayah kerja yang sama.

Sebagai contoh Penyuluh Kehutanan Ahli Pertama dalam Pasal 8 ayat 2.a poin 1 -8 meliputi:
1. Menyusun unsur identifikasi data potensi wilayah tingkat kecamatan;
2. Mengumpulkan data potensi wilayah tingkat provinsi;
3. Mengolah data potensi wilayah tingkat provinsi;
4. Menganalisa data potensi wilayah tingkat kecamatan;
5. Menyusun programa penyuluhan tingkat kabupaten sebagai anggota;
6. Menyusun programa penyuluhan tingkat provinsi sebagai anggota;
7. Menyusun programa penyuluhan lingkup unit kerja sebagai anggota;
8. Menyusun rencana kerja tahunan perorangan/ individu;

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan seorang PK Pertama tidak dapat melaksanakan tahapan persiapan penyuluhan secara utuh dan berkesinambungan dalam wilayah kerjanya. Seorang penyuluh kehutanan ahli tidak dapat melaksnakan jenjang terampil dan hanya dapat melaksanakan jenjang ahli di atasnya. Padahal posisi wilayah kerja umumnya di kecamatan atau gabungan beberapa kecamatan. Namun harus melaksanakan pengumpulan data di tingkat Propinsi, menganalisis data pada tingkat kecamatan. Ketidaksinambungan ini menyebabkan seorang PK dalam kepangkatannya tidak dapat melaksanakan tahapan tersebut secara utuh dan berkesinambungan dalam wilayah kerjanya. Kalaupun seorang PK harus melaksanakannya namun tidak dapat diajukan dalam DUPAK.

Seharusnya tahapan dalam persiapan penyuluhan kehutanan menyesuaikan wilayah kerja penyuluh kehutanan, sehingga manakala seorang PK melaksanakan tahapan tersebut dapat diajukan dalam DUPAK dan dinilai oleh Tim Penilai AK.
3.
Pasal 7
(4) Sub Unsur Tugas pokok Penyuluh Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
b. Pelaksanaan penyuluhan kehutanan, meliputi:
1) Penyusunan materi penyuluhan;

Penyusunan materi penyuluhan diatur kemudian di Pasal 8 secara rinci per jenjang jabatan. Namun tiap jenjang jabatan terjadi pembatasan pembuatan materi penyuluhan dalam bentuk media cetak yang berupa: flipcart, brosur, leaflet, poster, booklet, foto, poster, dan booklet. Tiap jenjang ada pembatasan pembuatan materi tersebut. Padahal dalam kenyataannya kebutuhan pembuatan berbagai macam materi tersebut menjadi kebutuhan PK sebagai alat bantu penyuluhan kehutanan. Berbeda dengan PermenPAN RB No 32 Tahun 2011 hampir semua jenjang dapat membuat berbagai macam meteri penyuluhan tersebut. Pembatasan ini secara tidak langsung dapat menghambat kreatifitas pembuatan alat bantu dalam penyuluhan kehutanan.

Sehingga pengaturan ini perlu direvisi yang lebih membebaskan tiap jenjang jabatan dapat membuat berbagai macam materi penyuluhan tersebut. Manakala pembatasan diperlukan hanya pada janjang jabatan antara jenjang terampil dan ahli saja.
4.
Pasal 8 ayat 1 Rincian kegiatan PK tingkat terampil sesuai jenjang jabatan sebagai berikut:
c. Penyuluh kehutanan Pelaksana Lanjutan sebagai berikut :
8. Menyusun materi penyuluhan dalam bentuk VCD/DVD/CD
Dan atau

Ayat 2 Rincian kegiatan PK tingkat ahli sesuai jenjang jabatan, sebagai berikut:
  1. Penyuluh kehutanan Pertama:
11. Menyusun materi penyuluhan dalam bentuk VCD/DVD/CD
Dalam pebuatan materi berupa VCD/DVD/CD memerlukan tahapan: penulisan unsur, pengambilan gambar/video, dan editing/finising. Namun tahapan tersebut tidak dapat dinilai karena belum diatur dalam PermenPAN RB ini. Nilai pembuatan materi berupa VCD/DVD/CD hanya 0.4. Tidaklah sebanding dengan tahapan pembuatan materi tersebut yang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Maka dari itu sebaiknya ada nilai AK tiap tahapan pembuatan materi yaitu penulisan unsur, pengambilan gambar/video, dan editing/finising.
4
Pasal 8
Ayat 1
Rincian kegiatan Penyuluh Kehutanan Tingkat Terampil sesuai dengan jenjang jabatan
Ayat 2 Rincian kegiatan Penyuluh Kehutanan Tingkat Ahli sesuai dengan jenjang jabatan
Pada penerapan metode penyuluhan ada pembatasan-pembatasan pelaksanaan metode penyuluhan tiap jenjang jabatan yang ada. Metode penyuluhan yang biasa diterapkan yaitu anjangsana, anjangkarya, konsultasi, demplot, kaji terap, diskusi kelompok, dll. Pembatasan tiap jenjang jabatan ini tentunya menghambat PK dalam kebutuhan penerapan metode tersebut. Padahal di lapangan bersifat dinamis sesuai kebutuhan, sehingga kebutuhan berbagai macam penerapan metode dibutuhkan.
5.
Pasal 42 poin c
  1. 25% (dua puluh lima persen) angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan jenjang dan/atau pangkat setingkat lebih tinggi dengan rincian 80% (delapan puluh persen) untuk unsur utama dan 20% (dua puluh persen) untuk unsur penunjang, bagi Penyuluh Kehutanan Teladan Tingkat Kabupaten/Kota.
Karena ada perubahan kewenangan bidang kehutanan di daerah dari tingkat kabupaten ke propinsi maka Dinas Kehutanan di tingkat kabupaten dilikuidasi/dibubarkan. Sehingga poin c sudah tidak relevan lagi manakala lomba Penyuluh Teladan di Tingkat Kabupaten. Berbeda manakala lomba dirubah menjadi kewenangan pemerintah propinsi c.q. Dinas Kehutanan terkait sehingga sertifikat penyuluh teladan dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kehutanan tingkat Propinsi
6.
Unsur Penunjang
Point C Keanggotaan dalam organisasi profesi di bidang penyuluhan kehutanan hanya mencakup tingkat nasional dan provinsi. Keaktifannya dalam kepengurusan juga hanya sebagai Ketua saja. Padahal dalam kenyataannya kepengurusan organisasi profesi di bidang penyuluhan kehutanan (IPKINDO) sampai tingkat kabupaten (DPD). Sedangkan kepengurusan selain ketua seperti: sekretaris, bendahara, dan Pengurus Bidang/Seksi tidak dapat dinilai dalam DUPAK.
7.
Kegiatan rutin dan tentative PK namun belum terakomodir dalam Peraturan Mentri PAN dan RB No.27 Tahun 2013
Kegiatan rutin dan tentative PK namun belum terakomodir dalam Peraturan Mentri PAN dan RB No.27 Tahun 2013 yaitu:
a.       Petugas Statistik Kehutanan yang meliputi tahapan kegiatan :
1) Menyusun instrument pengambilan data statistic kehutanan (data lahan kritis, potensi HR, data tutupan lahan, data produksi hasil hutan kayu, data hasil hutan bukan kayu (HHBK), dll.
2) Pengambilan data primer dan sekunder
3) Mengolah dan mengolah data tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan seterusnya.
b.      Mengikuti kegiatan Musrengbangdes, Musrengbangkec, Musrengbangkab dan seterusnya.
c.       Penyusunan rencana teknis pembangunan kehutanan yang meliputi penyusunan metodologi, pengambilan data dan pelaporan.
d.      Pendampingan dan fasilitasi kelompok tani dalam penyusunan proposal kegiatan pembangunan kehutanan

Perlukah revisi PermenPANRB Nomor 27 Tahun 2013? Semoga bermanfaat.

0 komentar:

Post a Comment

Comments appear immediately.
Spam comments with anonymous name will be deleted.
You can use some HTML tags, such as <b> (for making text bold), <i> (for making text italicicized), <a> (for making links).
Thank you.

Powered by Blogger.